Daerah cirebon memang sangat unik dilihat dari kultur kebudayaan yang meliuti dua suku budaya besar di indonesia yaitu antara sunda dan jawa. Perpaduan budaya tersebut mengakibatkan banyak menimbulkan kesenian yang sangat unik pula, akan tetapi mengacu pada judul laporan ini yaitu mengenai sandiwara yang berada di cirebon, perlu diketahi penulis baru mengetahui apa dan bagaimana sandiwara cirebon tersebut. Berdasarkan hasil bacaan terhadap suatu kesenian yang taklain adalah sandiwara cirebon dengan konteks drama, jika dilihat dari pengertian sandiwara cirebon tersebut, kata sandiwara mempunyai pengertian sandi yang berarti rahasia (bahasa jawa) dan wara yang berarti pengajaran, yang jika dipadankan yaitu sebuah pengajaran suatu kerahasiaan yang dipertunjukan dalam sebuah drama atau toonel (bahasa jepang, pertunjukan). Adapun darama sendiri yaitu cerita konflik manusia dalam bentuk dialogyang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan atau action dihadapan penonton, hal ini khususnya pada masyarakat cirebon dan menampilakan atau mempertunjukan sebuah drama dari cerita daerah cirebon itu sendiri.
Menurut sumber yang saya ketahui bahwa sandiwara cirebon mempunyai latar belakang bagaimana sandiwara tersebut ada dan berkembang pesat hingga sampai sekarang pun masih dinikmati oleh para penikmatnya, bahwa sandiwara cirebon dikenal dengan sebutan “masres”
Masres merupakan bentuk seni pertunjukan rakyat yang saat ini tumbuh dan berkembang di daerah pesisir yaitu Cirebon dan Indramayu. Nama Masres diambil dari nama jenis kain yang bertekstur halus, kain-kain tersebut dipergunakan dalam setiap pertunjukannya sebagai dekorasi. Dulu kain-kain tersebut hanya berupa kain-kain polos yang diberi warna dan dinamai Masres kuning, Masres hijau, Masres merah dan lain-lain. Sejalan dengan perubahan bentuk pertunjukannya, dekorasi kain yang berbentuk polos kini menjadi dekorasi terlukis yang disebut layar / kelir (backdrop). Layar bukan sekedar pelengkap artistik atau hanya tontonan belaka tetapi merupakan gambaran realitas kehidupan yang dituangkan dalam bentuk visual (lukisan) dan memperkuat jalan cerita.
pada tahun 1940-an oleh masyarakat jawa barat, ketika cirebon diduduki oleh kolonialis jepang, yang pada saat itu di daerah cirebon muncul kesenian yang digemari oleh masyarakat cirebon yaitu reog cirebonan, yang terkenal dengan sebutan reog sepat. Pertunjukan reod tersebut terdiri dari dua bagian. Pertama berupa atraksi bodoran atau lawakan dan yang kedua berupa drama yang mengambil cerita dari kebiasaan masyarakat tersebut.
Pada saat bersamaan, didaerah jamblang klangena muncul pula sebuah kesenian yang lazim disebut toonel (tonil) dengan nama Cahya Widodo. Kesenian ini setiap hari selama berbulan-bulan melakukan narayuda (ngamen.). Kedua jenis tersebut kemudian mengilhami seorang pemuda dari kampung langgen, Wangunarja, Klangenan Cirebon, yang bernama Mursid untuk mendirikan kesenian baru di daerah cirebon. Mursid mengumpulkan para pemuda dari lingkungan sekitar untuk mendirikan perkumpulan kesenian yang memadukan reog sepat dengan tonil Cahya Widodo. Kesenian ini adalah drama gaya cirebonan dengan iringan musik yang didukung oleh waditra berlaraskan prawa. Kesenian perpaduan itu dinamakan Jeblosan yang menurut mereka adalah pertunjukan tonil tanpa layar tutup (jeblas-jeblos; bahasa cirebon). Selain itu ada juga yang menyebutka Bungkrek (bahasa cirebon yang artinya bujang pemuda) yang sering angkrak-engkrek (menari).oleh karena jeblosan ini banyak dipengaruhi tonil atau stambul Cahya Widodo, maka tidak mengherankan apabila cerita yang dibawakan pada waktu itu berasal dari jawa tengah dan jawa timur. Akan tetapi agakalanya cerita diambil dari cerita rakyat jawa barat tentang asal-usul atau dongeng-dongeng rakyat. Dalam perjalanannya kesenian ini sangat digandrungi oleh masyarakat.
Kemudian diberbagai desa banyak bermunculan kesenian sejenis seperti langendriyo di desa kebarepa, plumbon, yang banyak mengalami perubahan nama menjadi lasykar, sari sasmita dan mulai ditingkatkan dengan sarana layar, terus sanpro (1952) di desa bojong wetan, pendirinya kepala desa H.Abdullah serta di daerah Bedulan , suranenggala, cirebon utara dengan nama yang dikenal sekarang yaitu masres (nama sejenis benang yang dipakai untuk membuat jaring ikan, 1956). Salah satu pendirinya adalah ibu H.Sami’i yang dikenal sebagai Pesinden Cirebonan.
Sejak tahun 1956 kesenian ini mulai dilirik oleh banyak partai politik sebagai media kampanye untuk kepentingannya masing-masing. Dan mendirikan perkumpulan sandiwara seperti di desa bojong wetan, Klangenan Cirebon seperti PSI mendirikan Setia Budhi menggantikan Sanpro, PNI besama LKN mendirikan Suluh Budaya kemudian PKI bersama Lekra-nya mendirikan Dharma Bhakti, akan tetapi perkumpulan tersebut hanya bertahan sampai tahun 1965 dengan meletusnya G 30 S PKI,dan tidak lagi digandrungi oleh kepentingan partai politik. Pada tahun 1970-an kesenian sandiwara ini mengalami kejayaan, karena banyak sekali yang menanggap kesenian ini. Maka tidak mengherankan banyak bermunculan kelompok atau grup di desa lain di Cirebon. Kesenian ini masih hidup dilingkungan masyarakat Cirebon, kehidupan kesenian ini tidak terlepas dari dukungan pendukungnya yang masih membuutuhkan seni pertunjukan tersebut sebagai pengiring dalam upacara-upacara inisiasi, katarsis dan simpatetik magis (perkawinan, khitanan, kaul dll).
Adapun alat musik yang dipakai dalam kesenian sandiwara Cirebon adalah gamelan pelog dengan waditranya antara lain: bonang, kempyang, saron, titil, lutukan, kenong(jenglong), kecrek, penerus, gong besar dan kecil, kendang, dogdog, ketipung, seruling, dan gambang. Pada perkembangannya belakangan ini, unsur-unsur musik modern ditambahkan, antara lain alat-alat musik modern seperti keyboard dan gitar listrik. Sedangkan perlengkapan lain dalam menunjang pertunjukan sandiwara Cirebon antara lain properti, layar, dan dekor. Dalam pertunjukan sandiwara saat ini, banyak menampilkan cerita yang diambil dari babad Cirebon seperti lakon Nyi Mas Gandasari, Pangeran Walangsungsang, Ki Gede Trusmi, Tandange Ki Bagus Rangin, Puasaka Golok Cabang, dll. Sekalipun demikian, sandiwara Cirebon kadangkala menampilkan cerita dongeng atau legenda masyarakat jawa umumnya, terutama pada pertunjukan yang berlangsung siang hari. Namun pada malam hari, cerita yang ditampilkan kebanyakan diambil dari babad Cirebon hingga tuntas menjelang pagi. Oleh karena sifatnya yang egaliter, sandiwara Cirebon banyak mempertunjukan pula kemasan-kemasan musik dangdut Cirebonan, atau kadang-kadang tayuban sebagai selingan dalam suatu lakon pertunjukan. Pertunjukan sandiwara Cirebon pada malam hari biasanya dimulai pada pukul 20.00 dan selesai pada pukul 03.30 dinihari. Stuktur pertunjukan sandiwara Cirebon adalah sebagai berikut: musik pembuka (tatalu), adegan gimmick (suprise dengan trik panggung, berupa kembang api), tarian pembuka, pertunjukan lakon sandiwara, penutup dengan musik dan epilog pimpinan sandiwara.
Kesenian Sandiwara Cirebon cocok untuk :
- Pembukaan suatu acara
- Penyambutan tamu kehormatan
-Penyambutan pejabat
- Peresmian suatu tempat/
-Peresmian suatu perusahaan
-Peresmian suatu acara
- Pernikahan/ khitanan adat Cirebon, Jawa Barat/ Nasional
- Gathering
- Silaturahmi
-perayaan hari besar
- Undangan dalam rangka kompetisi seni tradisional
- Pentas Seni
- Kesenian yang bertemakan kolosal
- Kenaikan kelas/ pelepasan siswa/ tahun pelajaran baru
- Penyambutan hari besar keagamaan
-Penyambutan hari besar nasional
- Dan lain-lain
Menurut sumber yang saya ketahui bahwa sandiwara cirebon mempunyai latar belakang bagaimana sandiwara tersebut ada dan berkembang pesat hingga sampai sekarang pun masih dinikmati oleh para penikmatnya, bahwa sandiwara cirebon dikenal dengan sebutan “masres”
Masres merupakan bentuk seni pertunjukan rakyat yang saat ini tumbuh dan berkembang di daerah pesisir yaitu Cirebon dan Indramayu. Nama Masres diambil dari nama jenis kain yang bertekstur halus, kain-kain tersebut dipergunakan dalam setiap pertunjukannya sebagai dekorasi. Dulu kain-kain tersebut hanya berupa kain-kain polos yang diberi warna dan dinamai Masres kuning, Masres hijau, Masres merah dan lain-lain. Sejalan dengan perubahan bentuk pertunjukannya, dekorasi kain yang berbentuk polos kini menjadi dekorasi terlukis yang disebut layar / kelir (backdrop). Layar bukan sekedar pelengkap artistik atau hanya tontonan belaka tetapi merupakan gambaran realitas kehidupan yang dituangkan dalam bentuk visual (lukisan) dan memperkuat jalan cerita.
pada tahun 1940-an oleh masyarakat jawa barat, ketika cirebon diduduki oleh kolonialis jepang, yang pada saat itu di daerah cirebon muncul kesenian yang digemari oleh masyarakat cirebon yaitu reog cirebonan, yang terkenal dengan sebutan reog sepat. Pertunjukan reod tersebut terdiri dari dua bagian. Pertama berupa atraksi bodoran atau lawakan dan yang kedua berupa drama yang mengambil cerita dari kebiasaan masyarakat tersebut.
Pada saat bersamaan, didaerah jamblang klangena muncul pula sebuah kesenian yang lazim disebut toonel (tonil) dengan nama Cahya Widodo. Kesenian ini setiap hari selama berbulan-bulan melakukan narayuda (ngamen.). Kedua jenis tersebut kemudian mengilhami seorang pemuda dari kampung langgen, Wangunarja, Klangenan Cirebon, yang bernama Mursid untuk mendirikan kesenian baru di daerah cirebon. Mursid mengumpulkan para pemuda dari lingkungan sekitar untuk mendirikan perkumpulan kesenian yang memadukan reog sepat dengan tonil Cahya Widodo. Kesenian ini adalah drama gaya cirebonan dengan iringan musik yang didukung oleh waditra berlaraskan prawa. Kesenian perpaduan itu dinamakan Jeblosan yang menurut mereka adalah pertunjukan tonil tanpa layar tutup (jeblas-jeblos; bahasa cirebon). Selain itu ada juga yang menyebutka Bungkrek (bahasa cirebon yang artinya bujang pemuda) yang sering angkrak-engkrek (menari).oleh karena jeblosan ini banyak dipengaruhi tonil atau stambul Cahya Widodo, maka tidak mengherankan apabila cerita yang dibawakan pada waktu itu berasal dari jawa tengah dan jawa timur. Akan tetapi agakalanya cerita diambil dari cerita rakyat jawa barat tentang asal-usul atau dongeng-dongeng rakyat. Dalam perjalanannya kesenian ini sangat digandrungi oleh masyarakat.
Kemudian diberbagai desa banyak bermunculan kesenian sejenis seperti langendriyo di desa kebarepa, plumbon, yang banyak mengalami perubahan nama menjadi lasykar, sari sasmita dan mulai ditingkatkan dengan sarana layar, terus sanpro (1952) di desa bojong wetan, pendirinya kepala desa H.Abdullah serta di daerah Bedulan , suranenggala, cirebon utara dengan nama yang dikenal sekarang yaitu masres (nama sejenis benang yang dipakai untuk membuat jaring ikan, 1956). Salah satu pendirinya adalah ibu H.Sami’i yang dikenal sebagai Pesinden Cirebonan.
Sejak tahun 1956 kesenian ini mulai dilirik oleh banyak partai politik sebagai media kampanye untuk kepentingannya masing-masing. Dan mendirikan perkumpulan sandiwara seperti di desa bojong wetan, Klangenan Cirebon seperti PSI mendirikan Setia Budhi menggantikan Sanpro, PNI besama LKN mendirikan Suluh Budaya kemudian PKI bersama Lekra-nya mendirikan Dharma Bhakti, akan tetapi perkumpulan tersebut hanya bertahan sampai tahun 1965 dengan meletusnya G 30 S PKI,dan tidak lagi digandrungi oleh kepentingan partai politik. Pada tahun 1970-an kesenian sandiwara ini mengalami kejayaan, karena banyak sekali yang menanggap kesenian ini. Maka tidak mengherankan banyak bermunculan kelompok atau grup di desa lain di Cirebon. Kesenian ini masih hidup dilingkungan masyarakat Cirebon, kehidupan kesenian ini tidak terlepas dari dukungan pendukungnya yang masih membuutuhkan seni pertunjukan tersebut sebagai pengiring dalam upacara-upacara inisiasi, katarsis dan simpatetik magis (perkawinan, khitanan, kaul dll).
Adapun alat musik yang dipakai dalam kesenian sandiwara Cirebon adalah gamelan pelog dengan waditranya antara lain: bonang, kempyang, saron, titil, lutukan, kenong(jenglong), kecrek, penerus, gong besar dan kecil, kendang, dogdog, ketipung, seruling, dan gambang. Pada perkembangannya belakangan ini, unsur-unsur musik modern ditambahkan, antara lain alat-alat musik modern seperti keyboard dan gitar listrik. Sedangkan perlengkapan lain dalam menunjang pertunjukan sandiwara Cirebon antara lain properti, layar, dan dekor. Dalam pertunjukan sandiwara saat ini, banyak menampilkan cerita yang diambil dari babad Cirebon seperti lakon Nyi Mas Gandasari, Pangeran Walangsungsang, Ki Gede Trusmi, Tandange Ki Bagus Rangin, Puasaka Golok Cabang, dll. Sekalipun demikian, sandiwara Cirebon kadangkala menampilkan cerita dongeng atau legenda masyarakat jawa umumnya, terutama pada pertunjukan yang berlangsung siang hari. Namun pada malam hari, cerita yang ditampilkan kebanyakan diambil dari babad Cirebon hingga tuntas menjelang pagi. Oleh karena sifatnya yang egaliter, sandiwara Cirebon banyak mempertunjukan pula kemasan-kemasan musik dangdut Cirebonan, atau kadang-kadang tayuban sebagai selingan dalam suatu lakon pertunjukan. Pertunjukan sandiwara Cirebon pada malam hari biasanya dimulai pada pukul 20.00 dan selesai pada pukul 03.30 dinihari. Stuktur pertunjukan sandiwara Cirebon adalah sebagai berikut: musik pembuka (tatalu), adegan gimmick (suprise dengan trik panggung, berupa kembang api), tarian pembuka, pertunjukan lakon sandiwara, penutup dengan musik dan epilog pimpinan sandiwara.
Kesenian Sandiwara Cirebon cocok untuk :
- Pembukaan suatu acara
- Penyambutan tamu kehormatan
-Penyambutan pejabat
- Peresmian suatu tempat/
-Peresmian suatu perusahaan
-Peresmian suatu acara
- Pernikahan/ khitanan adat Cirebon, Jawa Barat/ Nasional
- Gathering
- Silaturahmi
-perayaan hari besar
- Undangan dalam rangka kompetisi seni tradisional
- Pentas Seni
- Kesenian yang bertemakan kolosal
- Kenaikan kelas/ pelepasan siswa/ tahun pelajaran baru
- Penyambutan hari besar keagamaan
-Penyambutan hari besar nasional
- Dan lain-lain
Comments
Post a Comment