Skip to main content

Pertunjukan Sandiwara dan Estetikanya


      Seni pertunjukan teater rakyat sandiwara Cirebon merupakan gagasan masyarakat pendukungnya yang diwakili oleh individu-individu yang memiliki komitmen terhadap budaya lingkungannya. Sandiwara Cirebon hadir dari perasaan dan pengalaman individu-individu yang menjadi bagian dari pandangan dunia masyarakatnya dalam kehidupan berbudaya. 


     Hal itu senada dengan Mulyana (2004:32) yang menyebutkan pandangan dunia dalam suatu peristiwa komunikasi sebagai seperangkat sikap, kepercayaan, dan nilai yang dianut seseorang atau sekelompok orang dalam asuhan suatu budaya.Melalui sandiwara, Umar Karsiyan, seorang tokoh sandiwara Cirebon, merasa hidup lebih berharga karena ia dapat memberikan informasi nilai-nilai terbaik dalam hidup kepada masyarakat yang menontonnya. 

     Sandiwara Cirebon yang lebih banyak melakonkan babad Cirebon dirasakan sebagai syiar Islam karena yang diceritakan lebih pada bagaimana pertentangan antara kelompok jahat (non Islam) dan kelompok baik (Islam). Sandiwara baginya bukan sekadar hiburan semata, namun nilai-nilai penting ada di dalamnya karena melakonkan kehidupan masyarakat bersangkutan dengan setting kepercayaan masyarakat Cirebon, melalui kosmologinya, babad Cirebon, legenda dan mitos, baik pada zaman para wali maupun zaman para leluhur sebelumnya. 

     Dalam pertunjukan sandiwara Cirebon akan terdapat unsur lakon atau teater, musik, tari, dan unsur rupa atau artistik, yang dari seluruh unsure tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pertunjukan. Sebagai bentuk teater rakyat, maka unsur-unsur yang ada memiliki kekhasan sendiri atas budaya-budaya yang hidup dalam lingkungan masyarakatnya. Kekhasan inilah yang juga menjadi wilayah keindahan seninya. 

     Apa yang dilakukannya di atas panggung adalah sesuatu yang indah. Mereka sadar bahwa kesenian sandiwara yang digelutinya selama puluhan tahun itu sebagai tontonan, namun keyakinan yang mereka warisi dari para wali yang tertanam dan terus dipegang, bahwa tontonan bisa menjadi tuntunan sebagaimana ungkapan Sunan Kalijaga, salah satu penyebar agama di Jawa.Segala unsur pertunjukan sandiwara dan strukturnya menjadi bagian dari bentuk keindahan yang mereka rasakan. Bentuk keindahan sandiwara itu mereka sajikan dengan menari, bernyanyi, berdialog, berekspresi, dan adegan-adegan perkelahian di atas panggung dengan iringan musik yang mereka mainkan. 

     Seluruh sajian pertunjukan dikemas dalam sebuah lakon yang mereka pilih agar pertunjukan menjadi menarik dan indah. Demikian pula dengan panggung dan segala unsur rupanya, mereka kerjakan dengan penuh profesional agar seluruh pertunjukan yang ditampilkan tidak mengalami kegagalan. Artinya, setiap unsur (musik, tari,teater/lakon, dan rupa) tidak bisa dinilai secara terpisah dalam pertunjukan sandiwara yang mereka tampilkan dalam konteks komunikasi estetik.

     Estetika seni pertunjukan teater rakyat memiliki tiga unsur yang meliputi; bentuk, penyajian, dan isi, yang kemudian harus dinilai dengan melihat keseluruhan unsur estetika tersebut. Bentuk estetika adalah wujud pertunjukan sandiwara, dan penyajian berupa tari, musik, lakon(teater), dan rupa (artistik), sedangkanisinya merupakan nilai-nilai yang terdiri dari nilai perasaan-pengalaman dan nilai sosial budaya.

     Secara bentuk, keindahan bisa dilihat dan dirasakan oleh panca indera, begitupun dalam penyajian dapat dilihat dan dirasakan. Berbeda dengan isi keindahan justru harus dirasakan melalui pengalaman, kedalaman empati dengan perangkat pengetahuan luas. peneliti meyakini bahwa nilai-nilai estetik dalam seni pertunjukan akan memiliki keragaman di setiap tempat di mana seni pertunjukan itu hidup dan siapa kelompok masyarakat yang terkait di dalamnya. Nilai estetik seni pertunjukan akan memiliki bahasanya sendiri untuk dikomunikasikan kepada masyarakat atau publik seni bersangkutan. Komunikasi Estetik Seni Pertunjukan 

     Sandiwara Istilah komunikasi estetik pertama kali dimunculkan oleh Cupchik & Heinrichs (1981) sebagai sebuah proses komunikasi antara seniman dan publiknya dalam sebuah peristiwa seni yang menunjukkan keunikan pesan atau makna dalam penyampaian informasi. Komunikasi estetik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebuah peristiwa komunikasi dalam seni pertunjukan yang di dalamnya terdapat relasi nilai-nilai estetik (keindahan) sebagai pesan yang memiliki nilai antara seniman dan publiknya yang menjadi peserta komunikasi. 

     Relasi nilai-nilai itu menjadi penting karena komunikasi estetik membutuhkan kecocokan nilai. Dalamkomunikasi estetik harus ada kecocokan nilai-nilai estetik antara peserta komunikasi yang dimediasi oleh seni pertunjukan.Dalam kalimat lain, meminjam kalimat Chandrasekhar (1987), bahwa komunikasi estetik terjadi karena relasi harmonis antara unsur-unsur keindahan seni dengan kecerdasan, perasaan, dan pengalaman individu dalam lingkungannya.

     Nilai-nilai estetik pertunjukan sandiwara Cirebon membawa kita untuk menyelami dan mengkaji komunikasi estetik seni pertunjukan yang merupakan relasi nilai nilai. Terdapat dua nilai estetik yakni, nilai perasaan-pengalaman dan nilai sosial-budaya. Nilai perasaan-pengalaman merupakan nilai instrinsik yang terdiri dari bagus, enakan, pantes atau prigel, dan seneng. Sementara nilai sosial-budaya merupakan nilai ekstrinsik yang meliputi; budi, sikap,rasa, karsa, dan karya yang menyimbolkan kehidupan sehari, misalnya politi ekonomi, sosial, dan lain-lain Temuan nilai estetik dalam seni pertunjukan teater rakyat sandiwara Cirebontersebut, salah satunya menegaskan kesenangan (pleasure) melalui kata unsurseneng. Komunikasi estetik identik dengan kesenangan, demikian Jackson (2003: 10) menunjuk keterkaitan estetika dengan komunikasi.

     Namun bukan hanya kesenangan, komunikasi estetik dalam senipertunjukan teater rakyat sandiwara Cirebon sangat menghargai pengalaman pribadi masing-masing peserta komunikasi(seniman-publik) yang oleh para filosofsering disebut sebagai seeing as, “melihat sebagai” (Leaman, 2005: 40). Mereka melihat adegan-adegan atau tampilan-tampilan indah dalam pertunjukan sandiwara bukan sebagai tampilan itu sendiri melainkan sebagai sesuatu yang lain untuk dimaknai dan dinilai sesuai kehidupannya. 

     Makna dan nilai yang demikian terlihat juga pada adegan yang menggambarkan para tokoh wayang merah, dimana para tokoh ini diidentikan dengan sebuah kejahatan, sebagai tokoh antagonis. Wayang merah ditampilkan dengan cara-caryang kasar menakutkan dan tidak senonoh yang menyalahi etika dan norma,baik dari ucap, laku dan tindakan dalam pertunjukan sandiwara Cirebon. Cara-carakasar, menakutkan dan tidak senonoh itu dikemas dalam tampilan-tampilan seni yang juga cukup indah dirasakan. 

     Dalam adegan wayang merah ini sering dihadirkan seorang penyanyi dangdut yang tampil seksi, alih-alih untuk hiburan mereka. Adegan ini erat kaitannya dengan konsep kepercayaan masyarakat Cirebon tentang godaan mahluk gaib. Godaan perempuan adalah godaan yang paling dahsyat, yaitu serupa setan, wewe gombel, dedemit dan sebagainya yang mereka istilahkan sebagai memedi. Penyanyi dangdut yang tampil di tengah-tengah lakon dalam adegan wayang merah tersebut dengan menyanyikan lagu-lagu dangdut menjadi pantes, sekalipun mengisyaratkan kejahatan. Akhirnya, komunikasi estetik adalah pertukaran nilai-nilai yang dimaknai oleh para peserta komunikasi (senimandan publiknya) atau dalam bahasa lain adalah relasi nilai-nilai (Sumardjo, 2000:4). 

     Ada kalanya pertunjukan sandiwara itu memunculkan nilai penyadaran untuk membangkitkan semangat hidup masyarakatnya. Pertunjukan sandiwara memberikan sesuatu, kesenangan, harapan dan cita-cita yang tersimpan pada unsur-unsur estetiknya. Konsep tontonan sebagai tuntunan mengisyaratkan bahwa yang baik menjadi tuntunan dan yang buruk hanya sebatas tontonan. Kebaikan dalam nilai nilai estetika pertunjukan sandiwara pada peristiwa komunikasi itu bisa ditiru olehmasyarakatnya, namun tidak menutup kemungkinan ada juga yang meniru hal-hal yang kurang baik dari pertunjukan sebagai media komunikasinya. 

     Komunikasi estetik seni pertunjukan sandiwara Cirebon dapat dipahami sebagai sebuah lingkaran relasi nilai, kecocokan nilai, yang dipahami bersama oleh pesertakomunikasi dalam pertunjukan (pelaku dan publik seni) sebagaimana terlihatpada gambar 2 Realitas komunikasi keindahan dalam seni pertunjukan sandiwara merupakanhasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan ‘mengonstruksi’. Konstruksi menurutBarker (2000: 10) pada dasarnya sebuahusaha diskursif maupun representatif yang sadar-diri (self-reflexive) yang bertujuanmenafsirkan dan menggambarkan dunia kekinian.

     Para pelaku komunikasi dalam seni pertunjukan sandiwara melakukan konstruksi tersebut. Mereka menciptakan bentuk pertunjukan yang kemudian dikomunikasikan kepada publik seni sebagai realitas sosial-budaya. Ini semua karena pengalaman mereka dalam dunia senipertunjukan yang sudah didapatkannya sejak lama. Mereka mendapatkan pengalaman itu semasa hidupnya melalui dongeng dongeng dan cerita-cerita orang tua mereka serta perasaannya terasah melalui pemanggungan-pemanggungan yang selalu diikutinya dalam rangka memenuhi konsepsi guru panggung. 

     Dengan demikian, melalui pengalaman dan perasaannya, sungguh berbeda cara rakyat mengonstruksi keindahan dalam seni pertunjukan sandiwara tersebut dengan orang-orang yang memiliki keahlian seni secara formal.Di samping nilai refleksif dalam komunikasi estetik tercermin pula fungsi komunikasi ekspresif baik pada pesan verbal maupun nonverbal (Mulyana, 2007: 24) baik melalui laku, tindakan maupun ucap. Dalam laku, ekspresi-ekspresi ditunjukkan oleh tokoh peran yang memiliki kemauan untuk berbuat sesuatu (will) dalam sebuah adegan, seperti hasrat untuk saling mengenal dengan seseorang, hasrat untuk berbuat jahat, hasrat untuk saling sayang, dendam dan lain-lain. 

     Selanjutnya dalam tindakan, begitu jelas terrepresentasikan oleh gerak-gerak pada tarian setiap tokoh, tindakan-tindakan seperti berkelahi, memukul, menangkis, membacok, adegan romantis raja dan permaisuri melalui nyanyian dengan berpelukan, saling usap pipi, mengelus rambut, dan lain-lain. Sementara pada ucap, bisa kita dengar dan perhatikan dalam dialog-dialog, baik dialog antara wayang merah yang mencerminkan ekspresi-ekspresi kejahatan dan kelicikan maupun dialog-dialog yang ditunjukan wayang putih yang mengekspresikan kebaikan, santun, dan terhormat. 

     Demikian halnya dengan dialog-dialog atau canda para bodor (pelawak) dengan nyanyian yang mengekspresikan kelucuan, laku-laku komedian, dan tindakan-tindakan konyol bahkan sedikit jorok yang membuat tawa penonton. Akhirnya, komunikasi bersifat omnipresent (hadir dimana-mana), tak terkecuali pada bentuk seni pertunjukan yang tak lepas dari bentuk komunikasi estetik senipertunjukan dapat diasumsikan sebagai jagat kecil yang merepresentasikan jagat besar, yang dalam peristiwanya memiliki konteks-konteks komunikasi, meliputi; komunikasi intrapersonal, komunikasi publik, komunikasi budaya dan komunikasi transendental. Berikut adalah gambar model komunikasi estetik dalam pertunjukan teater rakyat sandiwara Cirebon.

Comments

Artikel Populer

Sandiwara Dan Evolusinya

Pada tahun 1511 Pendaratan Portugis dan kemudian menyebarkan kesenian Keroncong. Tahun 1607 Belanda mendarat dan membuat permukiman di Ambon. Tahun 1619 Batavia menjadi pusat pemerintahan, setahun kemudian Pertunjukan teater Boneka (Marionate) sebagai kesenian dari portugis, pada tahun 1629 ada Pementasan lakon “Raja Swedia & Raja Denmark (Kisah tentang Pengepungan Batavia oleh Sultan Agung) Latar belakang sosial dan situasi pada suatu masa menjadi sebuah hal utama bagi perkembangan teater di Indonesia. Teater modern di Indonesia adalah produk-produk orang kota, diciptakan oleh penduduk kota untuk penduduk kota pula. Pada dasarnya bentuk teater modern merupakan hasil dari pengaruh kesenian modern Barat di kota-kota. Ada pun ciri-ciri dari bentuk teater modern secara garis besar dan mendasar adalah sebagai berikut: Pertunjukan telah dilakukan di tempat khusus, yakni sebuah bangunan panggung prosceneum yang memisahkan penonton dengan pemain, Penonton harus membayar, Fungsinya adalah ...

Pengertian dan Sejarah Sandiwara Cirebon

     Tidak banyak orang mengetahui arti kata sandiwara dan juga sejarahnya. Semuanya akan dibahas disini. pengetahuan inti akan dapat menambah wawasan anda tentang kesenian sandiwara.      Sandiwara atau sering disebut juga Lakon (Bahasa Jawa), atau pertunjukan drama adalah suatu jenis cerita, bisa dalam bentuk tertulis ataupun tidak tertulis, yang terutama lebih ditujukan untuk dipentaskan daripada dibaca. sebuah lakon tertulis merupakan suatu jenis karya sastra yang terdiri dari dialog antar para pelakon dan latar kejadian. lakon tidak tertulsi biasanya diambil dari cerita yang sudah umum diketahui dan hanya menjabarkan secara umum jalan cerita dan karakter-karakter dlam cerita tersebut. Pertujukan Teater pada zaman pendudukan Jepang disebut "Sandiwara". Kata sandiwara terbentuk dari dua kata yaitu "Sandi" berarti samar-samar,rahasia dan "Wara" adalah berita, pengajaran, anjuran. Jadi sandiwara menurut Ki Hajar Dewantara adalah ajaran, nasihat, a...